Martin Luther King Jr, Sang Pendeta-Zionis

Apakah seorang tokoh agama mampu mengubah sebuah negeri? Tentu saja! Sejarah Amerika Serikat mencatat seorang pendeta Gereja Baptis yang bernama Martin Luther King Jr mampu membawa perubahan bagi negerinya sehingga setiap tanggal 15 Januari diperingati sebagai Hari Martin Luther King Jr.
Orasi King yang terkenal dengan sebutan “I Have A Dream” dikumandangkan pada 28 Agustus 1963. Orasi King menjadi sebuah pidato yang dikenang sepanjang masa karena apa yang diimpikan oleh King saat itu masih relevan hingga masa kini. Saat itu King mengimpikan seluruh manusia menjadi satu saudara tanpa memandang perbedaan rasial. Pada masa itu orang keturunan Afrika (Afro-Amerika) masih mengalami diskriminasi dari orang keturunan Eropa.
Orasi King “I Have A Dream” disampaikan di depan 200.000 orang yang memenuhi halaman muka Monumen Abraham Lincoln di Washington DC, Amerika Serikat. Lokasi bersejarah ini dipilih sebagai simbol perjuangan sekaligus mengingatkan kembali ketika Lincoln melarang perbudakan tepat 100 tahun yang silam. Saat protes damai berlangsung, massa menyanyikan “We Shall Overcome”, sebuah lagu gospel ciptaan Tyndel yang sering dinyanyikan oleh jemaat gereja Afro-Amerika. Saat terjadi protes petani tembakau tahun 1945, lagu ini menjadi motor penyemangat dan turut dilantunkan saat unjuk rasa damai di masa Martin Luther King Jr.
King adalah seorang yang cerdas, terbukti ia mampu menyelesaikan PhD pada usia 25 tahun. Sejak kuliah di Unversitas Boston, King sudah memimpin Gereja Baptis di Montgomery, Alabama. Di kota inilah King mengalami dan merasakan pergumulan kaum kulit hitam. Unjuk rasa pertama yang dilakukan King adalah memboikot bus kota di kotanya yang memberlakukan diskriminasi terhadap penumpang bus kulit hitam.
Dari satu unjuk rasa ke unjuk rasa berikutnya. Dari satu kota ke kota berikutnya di wilayah selatan Amerika. Seluruh aksi King merupakan unjuk rasa damai yang melibatkan massa yang terdiri dari mahasiswa, komunitas kulit hitam dan masyarakat Kristen. Karena perjuangan kemanusiaan inilah King dianugerahkan Nobel Perdamaian pada tahun 1964.
Kegigihan King sebagai seorang pejuang kemanusiaan terekam dalam perjalanan hidupnya hingga Tuhan memanggil hambaNya ini untuk “pulang”. Sehari sebelum penembakan atas dirinya, King berbicara kepada peserta aksi unjuk rasa di Memphis tentang “tanah perjanjian.”
Bagi orang Kristen, tanah perjanjian adalah sebutan lain tentang tempat peristirahatan yang kekal. Ucapan King ini dianggap sebagai perkataan profetik (akan terjadi) yang dirasakan oleh King sendiri. King mengatakan, “Saya telah melihat tanah perjanjian itu. Saya mungkin tidak memasukinya bersama-sama dengan anda. Tetapi saya mau anda tahu bahwa malam ini kita bersama-sama akan masuk ke dalam tanah perjanjian itu.” Keesokan pagi, pada 4 April 1968 sebuah peluru mengakhiri perjalanan kehidupan King yang luar biasa.
Meski King banyak dipuji atas jasanya bagi kaum kulit hitam, namun beberapa kalangan menilai ia “dekat” dengan Uni Soviet yang komunis. Sesungguhnya kedekatan King dengan Uni Soviet terjadi karena King mengupayakan kepergian orang-orang Yahudi di Uni Soviet untuk keluar dari Uni Soviet. Martin Luther King Jr mendukung Aliyah atau Zionisme atau mudiknya orang Yahudi dari Uni Soviet kembali ke tanah warisan. Karena itu King mendapat tempat di hati komunitas Yahudi di Amerika Serikat.

Karena pengalaman hidupnya yang mengalami diskiriminasi, King menyadari betul apa yang dirasakan kaum Yahudi masa itu. Bagi kalangan Yahudi, Martin Luther King, Jr merupakan pendukung berdirinya negara Israel dan menjadi tokoh menentang antisemitisme.
Ironisnya, nama Martin Luther diberikan kepadanya berasal dari nama tokoh gereja asal Jerman, Bapak Protestan Martin Luther yang mengilhami antisemitisme di Eropa.
Kini apa yang diimpikan oleh King telah membuahkan hasil dan dapat dinikmati oleh generasi kulit hitam Amerika hingga saat ini. Tanpa Martin Luther King Jr, bisa jadi Barack Obama tak akan pernah menjadi presiden Amerika Serikat. Tanpa Sang Pendeta-Zionis, tembok rasisme tak kan pernah runtuh.
“I have a dream” : Indonesia bebas dari rasisme terhadap Yahudi, China, Papua…

Foto: saat faktaISRAEL berada di Monumen Lincoln di Washington DC, tempat King orasi “I have a dream”.