Sejarah
Trending

Organisasi Zionis di Nusantara

Akibat pendudukan dan penjajahan atas bangsa Israel, banyak orang Yahudi keluar dari tanah Israel, terserak ke seluruh dunia selama beribu-ribu tahun. Namun selalu ada keinginan untuk pulang atau mudik ke Israel.

Dunia tidak mengenal aliyah atau kepulangan orang Yahudi dari diaspora kembali ke Tanah Perjanjian yakni tanah Israel, dunia hanya tahu istilah zionisme, itupun banyak yang menyalahartikan. Padahal aliyah adalah bahasa teologi dari zionisme. Dunia melihat zionisme sebagai dampak pasca Holocaust. Padahal gagasan aliyah sudah tumbuh jauh sebelum Hitler berkuasa, termasuk di Nusantara.

         Pada masa Belanda berkuasa dan menamakan Indonesia dengan sebutan Hindia Belanda, ada 20 keluarga Yahudi keturunan Belanda dan Jerman tinggal di Batavia. Hal ini diketahui dari catatan perjalanan Jacob Saphir pada tahun 1861. Orang Yahudi diaspora turut membentuk organisasi yang mendukung aliyah dan bergerak di Nusantara. Beruntung arsip berita dari koran Jewish Telegraphic Agency, misalnya memuat berita terkait kedatangan petinggi Keren Hayesod Dr. Alexander Goldstein dari London ke Batavia, Bandung dan Surabaya.

Keren Hayesod adalah salah satu organisasi penggalangan dana dari orang Yahudi di seluruh dunia hingga melahirkan negara Israel. Organisasi ini terbentuk pada Desember tahun 1920 di London dan masih aktif hingga saat ini. Lihat foto saat FaktaIsrael.com hadir di acara Keren Hayesod tahun 2016.

Khusus di Nusantara, Keren Hayesod atau dalam Bahasa Belanda Palestina Opbouwfonds pada 9 September 1926 menerbitkan surat kabar Erets Israel dalam bahasa Belanda, Jerman dan Inggris di Padang. Pelanggan Erets Israel mencapai 800 pelanggan berdasarkan data alamat pengiriman surat kabar dalam kurun tahun 1933 hingga 1934.

Surat kabar Erets Israel bisa bertahan hingga tahun 1942 (lihat foto).

Keren Hayesod pada tahun 1928 memiliki kantor di Bandung, Batavia, Malang, Medan, Padang, Semarang, Jogyakarta dan Surabaya sebagai pusat lembaga pengalangan dana zionisme. Hingga masa pendudukan Jepang, Keren Hayesod di Surabaya masih eksis. Hal ini ditunjukkan dengan adanya permintaan data dan foto tentara Yahudi di Palestina (nama Israel saat masa Romawi, Ottoman hingga Inggris berkuasa) dari editor koran Soerabajasch Handelsblad yang bernama A. van Leer untuk penggalangan dana. A. van Leer selain sebagai wartawan adalah sebagai perwakilan Keren Hayesod di Surabaya.

Salah satu upaya penggalangan dana dilakukan dengan cara per tunjukkan boneka dengan tokoh Ester atau Hadassah di Bandung tahun 1930 (lihat foto).

Selain Keren Hayesod, orang Yahudi dan organisasi pendukung aliyah di Hindia Belanda berperan aktif dalam menyebarkan semangat zionisme melalui organisasi yang didirikan oleh komunitas Yahudi Ashkenazi di Surabaya dan Padang yakni Nederlands Indische Zionisten Bond atau The Dutch Indies Zionist Association yang berafiliasi dengan World Zionist Organization. Tahun 1934 Dr. Benzion Shein yang menjabat sebagai Utusan Khusus World Zionist Organization dari Yerusalem mendapat dana dari Surabaya dan Medan lebih banyak dari pengumpulan dana yang dilakukan Israel Cohen tahun 1921.

Salah satu orang Yahudi peranakan Minahasa yang mendukung Keren Hayesod adalah John Fontein yang menyewa bioskop di Manado untuk menggalang dana untuk aliyah. Ayah John Fontein, Alfred Fontein tewas dipancung di kamp Jepang pada tahun 1942. Ayah Alfred, Abraham Fontein tewas di kamp Jepang tahun 1945. Harta keluarga Fontein dinasionalisasikan oleh pemerintah Indonesia yang baru lahir tahun 1945.

               Pasca Indonesia merdeka, Zionist Organization of Indonesia adalah organisasi zionisme satu-satunya yang berada di Asia Timur atau Asia Tenggara. Rekam jejak surat-menyurat membuktikan masih adanya upaya penggalangan dana untuk aliyah pasca Indonesia merdeka tahun 1945 yakni berdasarkan surat dari Dr Lauterbach sebagai Central Zionist Executive di Yerusalem kepada M. van Beek di Jakarta pada 15 November 1950. Ada pula surat dari H. de Vries untuk Executive of Zionist Organization pada 25 Maret 1952 dan surat untuk World Jewish Congress pada 31 Maret 1953.

              Keren Hayesod pun masih melakukan penggalangan dana dari tahun 1950 hingga 1953 yang ditandai dengan kedatangan Letcol Shaul Ramati yang mewakili Keren Hayesod pada tahun 1951. Namun seiring dengan kemerdekaan Indonesia, hingga tahun 1957 jumlah orang Yahudi di Indonesia tinggal 450 orang saja. Organisasi pendukung aliyah yang lain seperti Keren Hayesot, Nederlands Indische Zionisten Bond, the Vereniging voor Joodsche Belangen dan Keren Kayemet Le’Israel (The Jewish National Fund) yang memiliki perwakilan di Batavia, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Malang, Medan dan Makassar turut lenyap.

Upaya-upaya untuk pulang kembali ke Tanah Perjanjian atau aliyah sejak masa Kerajaan Israel hingga masa moderen memang tak pernah berhenti. Orang-orang Yahudi diaspora meski berada di negara-negara yang berbeda, namun umumnya masih menjaga tradisi leluhur dan agama Yudaisme. Meski kaum Yahudi diaspora berbicara dalam bahasa lokal setempat, namun doa-doa mereka terucap dalam bahasa Ibrani.

Diaspora tidak melemahkan ikatan emosional mereka dengan Tanah Perjanjian, sebaliknya mereka dipersatukan oleh memori akan Tanah Perjanjian. Setiap insan yang berdarah Yahudi seperti terpanggil untuk mendukung aliyah seperti yang disebutkan oleh Montaque Ezekiel dari Jewish Agency for Palestine pada tahun 1936, “Our reply to anti-zionism is more and more Zionism; and to anti-semitism more and more Judaism”.

       Salah satu organisasi yang membantu kepulangan orang Yahudi adalah Christians for Israel International. Tahun 2013, organisasi itu sempat mempertemukan orang Indonesia berdarah Yahudi dengan perwakilan Keren Hayesod yang datang ke Singapura (lihat foto).

FaktaIsrael ikut menyaksikan pertemuan bersejarah tersebut karena ingin membuktikan Keren Hayesod itu benar ada.

#faktaISRAEL #aliyah #sejarahIsrael #Zionisme #YahudiIndonesia

Tags
Show More

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
Close